Anti Mainstream Suku Ini Mempunyai Kriteria Cantik Yang Berbeda
Jika kebanyakan wanita modern menganggap kriteria cantik adalah yang memiliki tubuh langsing,tinggi, dan kulit putih, maka beda halnya dengan kriteria cantik menurut wanita yang berasal dari beberapa suku yang ada didunia, termasuk di Indonesia. Mereka memiliki kriteria cantiknya sendiri, yang bisa dibilang unik dan berbeda dengan kriteria cantik pada umumnya. Berikut ini adalah beberapa suku di dunia dengan keriteria cantik yang unik.
Suku Dayak
Pelangi Casino - Suku dayak adalah suku yang tinggal di pulau Kalimantan. Yang unik, ternyata kriteria cantik menurut suku Dayak adalah mereka yang memanjangkan telinganya. Pada zaman dulu, kuping panjang kerap dikaitkan dengan status sosial seseorang dalam masyarakat Dayak. Bagi Suku Dayak, telinga panjang menandakan bahwa mereka berasal dari golongan bangsawaan.
Dalam prosesnya, telinga itu dipanjangkan menggunakan pemberat logam, berbentuk lingkaran gelang atau gasing berukuran kecil. Pemberat itu sudah digunakan oleh mereka sejak lahir. Jumlah logam itu akan bertambah setiap tahunnya sehingga 0.5 kg. Proses memanjangan telinga ini bukan hal gampang, karena mereka tetap bisa merasa sakit di telinganya. Tetapi, di situlah keunikan dimana seorang wanita dilatih kesabarannya dalam hal menjalankan proses memanjangkan telinga itu. Dan mereka selalu merasa bahagia bahkan mereka makin cantik jika telinganya makin panjang.
Akan tetapi, tradisi memanjangkan telinga ini telah lama ditinggalkan, terutama oleh anak mudanya. Namun, sebenarnya kita masih bisa menemui para perempuan cantik bertelinga panjang di desa adat Pampang, Samarinda, Kalimantan Timur. Hanya saja, perempuan yang bertelinga panjang itu bukanlah wanita muda, melainkan wanita yang rata-rata berusia 60 hingga 100 tahun.
Suku Karen
Dari Indonesia, kita beralih ke Thailand, Disana, ada satu suku yang dinamakan dengan suku Karen. Berbeda dengan suku Dayak, yang makin cantik jika telinganya makin panjang, maka kriteria cantik menurut suku Karen ini adalah mereka yang lehernya panjang.
Wanita dari Suku Karen mewajibkan dirinya untuk memanjangkan leher dengan tumpukan kawat dari kuningan. Wanita Suku Karen menganggap semakin panjang leher mereka, maka akan semakin cantik di mata pria. Jadi, mereka melakukan tradisi ini sejak masih gadis agar lehernya tampak lebih panjang.
Sama seperti suku Dayak, yang menambah logam di telinga mereka tiap tahunnya, wanita dari suku Karen juga menambah jumlah kuningan di lehernya seiring dengan bertambahnya usia mereka. Wanita Suku Karen juga tak boleh melepas tumpukan kawat yang mereka pakai meski sedang melakukan aktivitas.
Selain di leher, logam kuningan ini juga dipakai di kaki dan tangan. Kalung besi ini baru dilepas ketika menikah, melahirkan, meninggal dunia, atau ketika akan dibersihkan. Kalung besi ini juga punya fungsi lain selain sebagai aksesoris yang menambah kecantikan suku Karen, yaitu agar terhindar dari serangan binatang buas. Dahulu, suku Karen hidup di pedalaman sehingga tak heran jika mereka sewaktu-waktu bisa bertemu dengan hewan-hewan buas.
Sekedar info, suku Karen sebenarnya bukan suku asli Thailand, melainkan berasal dari dataran tinggi Tibet. kemudian mereka pindah ke Myanmar tepatnya di Karen State yang berbatasan langsung dengan Thailand. Beberapa etnis pindah ke Thailand karena bentrok dengan pemerintah setempat. Suku Karen menganut animisme, tetapi kini sebagian kecil dari mereka menganut agama Kristen.
Suku Himba
Suku Himba disebut juga dengan istilah "suku merah" yang berasal dari Namibia Utara. Selain warna kulitnya yang merah, keunikan lain dari suku ini adalah kriteria cantiknya. Wanita dari suku Himba ini dikenal tak pernah mandi dengan air. Meski demikian, wanita dari suku ini dikenal sebagai wanita tercantik di Afrika.
Tinggal di daerah yang terpencil dan sulit air, membuat wanita dari suku Himba melumurkan Otjize, pasta mentega, lemak dan oker merah, yang kadang-kadang beraroma resin aromatic, ke badan mereka sebagai ganti air untuk mandi. Para wanita Suku Himba setiap pagi mengolesi tubuh mereka dengan bahan-bahan tersebut, bahkan tidak hanya tubuh tapi seluruh rambut mereka juga diolesi.
Sebelum dilumuri dengan otjize, rambut para wanita harus dibentuk seperti kepangan. Selain untuk mempermudah pemakaian otjize, kepangan tersebut juga digunakan sebagai penanda status mereka. Bagi wanita yang belum menikah, mereka akan membagi kepangan rambutnya menjadi dua. Sedangkan untuk wanita yang telah menikah, mereka akan membagi kepangan rambutnya dalam jumlah banyak.
Ada beberapa spekulasi tentang kenapa wanita Himba melumuri bahan-bahan tersebut sehingga badan mereka menjadi merah. Diduga, mereka melakukan tradisi tersebut agar dapat melindungi kulit dari sinar matahari dan mengusir serangga. Namun, ada pula spekulasi lain yang mengatakana mereka membuat tubuh menjadi merah seolah itu adalah make up tradisional yang mereka pakai setiap pagi saat mereka bangun.
Suku Mauritania
Masih dari kawasan Afrika, kali ini ada suku Mauritania. Sesuai namanya, suku Mauritania ini tinggal di kawasan Mauritania. Orang-prang yang tinggal disana punya persepsi berbeda tentang wanita cantik. Bagi mereka, wanita yang cantik adalah wanita yang memiliki tubuh berisi atau gendut.
Kecantikan di Mauritania didefinisikan ulang bukan dengan tubuh langsing, tinggi semampai, atau kulit putih mulus, namun dengan tubuh gendut dengan segala gelambir-gelambirnya. Wanita dengan tubuh gendut merupakan kriteria ideal bagi pria Mauritania. Karena itu, wanita disini harus menggemukkan badan agar bisa menikah.
Tradisi menggemukkan badan bagi wanita Mauritania ini disebut dengan Leblouh, dan tradisi ini sudah harus dilakukan oleh seorang wanita saat mereka masih gadis. Bagi mereka, malu rasanya jika mempunyai anak gadis yang kurus. Oleh karenanya, sejak masih kecil mereka dipaksa untuk makan dengan porsi yang besar, mulai dari daging kambing, nasi dengan dua porsi luar biasa, hingga bergelas-gelas susu kambing dan sapi.
Saking sukanya dengan wanita gemuk, sampai-sampai ada pria yang rela menceraikan istrinya jika kelak tidak gemuk lagi seperti saat menikah. Semakin berat badan perempuan (100 kg sekalipun), semakin cantiklah mereka di hadapan para pria di Mauritania. Praktik tradisi Leblouh ini masih marak di kawasan pedesaan. Sementara di kota-kota, anak mudanya sudah mulai berkampanye untuk menghentikan tradisi yang sangat beresiko untuk kesehatan ini.
Suku Mursi.
Suku yang berada di Ethiopia ini memiliki kriteria cantik yang lebih unik lagi. Wanita dari Suku Mursi merasa dirinya cantik jika memiliki bibir bawah yang lebar. Karena itu, sering kita lihat wanita dari suku Mursi ini memiliki sebuah piring di bibirnya. Piring dengan diameter antara 10 sampai 25 cm itu menggantung di bawah bibir wanita Suku Mursi.
Tradisi melebarkan bibir bawah ini dikenal dengan nama 'labret' atau 'lip plate', yang dilakukan pada gadis berusia 15 hingga 16 tahun sejak ratusan tahun lalu. Labret ini menggunakan piring yang terbuat dari tanah liat atau plat kayu. Cara menggunakan piring ini adalah dengan mengiris bagian bawah sepanjang 1 cm hingga 2 cm, kemudian baru dimasukkkan piring tersebut ke bagian bawah mulut.
Semakin bertambah umur, maka ukuran piringan tersebut juga bertambah besar. Selain itu, semakin besar piringnya, menandakan wanita yang menggunakannya sudah makin dewasa dan siap untuk menikah. Bahkan, semakin besar piringnya, semakin besar pula mahar yang harus pria bayarkan untuk wanita suku Mursi ini. Menurut mereka, piring di mulut ini menunjukan bahwa wanita suku Mursi memiliki daya tahan tubuh yang kuat, kedewasaan , dan tentu saja kecantikan.
Suku Dayak
Pelangi Casino - Suku dayak adalah suku yang tinggal di pulau Kalimantan. Yang unik, ternyata kriteria cantik menurut suku Dayak adalah mereka yang memanjangkan telinganya. Pada zaman dulu, kuping panjang kerap dikaitkan dengan status sosial seseorang dalam masyarakat Dayak. Bagi Suku Dayak, telinga panjang menandakan bahwa mereka berasal dari golongan bangsawaan.
Dalam prosesnya, telinga itu dipanjangkan menggunakan pemberat logam, berbentuk lingkaran gelang atau gasing berukuran kecil. Pemberat itu sudah digunakan oleh mereka sejak lahir. Jumlah logam itu akan bertambah setiap tahunnya sehingga 0.5 kg. Proses memanjangan telinga ini bukan hal gampang, karena mereka tetap bisa merasa sakit di telinganya. Tetapi, di situlah keunikan dimana seorang wanita dilatih kesabarannya dalam hal menjalankan proses memanjangkan telinga itu. Dan mereka selalu merasa bahagia bahkan mereka makin cantik jika telinganya makin panjang.
Akan tetapi, tradisi memanjangkan telinga ini telah lama ditinggalkan, terutama oleh anak mudanya. Namun, sebenarnya kita masih bisa menemui para perempuan cantik bertelinga panjang di desa adat Pampang, Samarinda, Kalimantan Timur. Hanya saja, perempuan yang bertelinga panjang itu bukanlah wanita muda, melainkan wanita yang rata-rata berusia 60 hingga 100 tahun.
Suku Karen
Dari Indonesia, kita beralih ke Thailand, Disana, ada satu suku yang dinamakan dengan suku Karen. Berbeda dengan suku Dayak, yang makin cantik jika telinganya makin panjang, maka kriteria cantik menurut suku Karen ini adalah mereka yang lehernya panjang.
Wanita dari Suku Karen mewajibkan dirinya untuk memanjangkan leher dengan tumpukan kawat dari kuningan. Wanita Suku Karen menganggap semakin panjang leher mereka, maka akan semakin cantik di mata pria. Jadi, mereka melakukan tradisi ini sejak masih gadis agar lehernya tampak lebih panjang.
Sama seperti suku Dayak, yang menambah logam di telinga mereka tiap tahunnya, wanita dari suku Karen juga menambah jumlah kuningan di lehernya seiring dengan bertambahnya usia mereka. Wanita Suku Karen juga tak boleh melepas tumpukan kawat yang mereka pakai meski sedang melakukan aktivitas.
Selain di leher, logam kuningan ini juga dipakai di kaki dan tangan. Kalung besi ini baru dilepas ketika menikah, melahirkan, meninggal dunia, atau ketika akan dibersihkan. Kalung besi ini juga punya fungsi lain selain sebagai aksesoris yang menambah kecantikan suku Karen, yaitu agar terhindar dari serangan binatang buas. Dahulu, suku Karen hidup di pedalaman sehingga tak heran jika mereka sewaktu-waktu bisa bertemu dengan hewan-hewan buas.
Sekedar info, suku Karen sebenarnya bukan suku asli Thailand, melainkan berasal dari dataran tinggi Tibet. kemudian mereka pindah ke Myanmar tepatnya di Karen State yang berbatasan langsung dengan Thailand. Beberapa etnis pindah ke Thailand karena bentrok dengan pemerintah setempat. Suku Karen menganut animisme, tetapi kini sebagian kecil dari mereka menganut agama Kristen.
Suku Himba
Suku Himba disebut juga dengan istilah "suku merah" yang berasal dari Namibia Utara. Selain warna kulitnya yang merah, keunikan lain dari suku ini adalah kriteria cantiknya. Wanita dari suku Himba ini dikenal tak pernah mandi dengan air. Meski demikian, wanita dari suku ini dikenal sebagai wanita tercantik di Afrika.
Tinggal di daerah yang terpencil dan sulit air, membuat wanita dari suku Himba melumurkan Otjize, pasta mentega, lemak dan oker merah, yang kadang-kadang beraroma resin aromatic, ke badan mereka sebagai ganti air untuk mandi. Para wanita Suku Himba setiap pagi mengolesi tubuh mereka dengan bahan-bahan tersebut, bahkan tidak hanya tubuh tapi seluruh rambut mereka juga diolesi.
Sebelum dilumuri dengan otjize, rambut para wanita harus dibentuk seperti kepangan. Selain untuk mempermudah pemakaian otjize, kepangan tersebut juga digunakan sebagai penanda status mereka. Bagi wanita yang belum menikah, mereka akan membagi kepangan rambutnya menjadi dua. Sedangkan untuk wanita yang telah menikah, mereka akan membagi kepangan rambutnya dalam jumlah banyak.
Ada beberapa spekulasi tentang kenapa wanita Himba melumuri bahan-bahan tersebut sehingga badan mereka menjadi merah. Diduga, mereka melakukan tradisi tersebut agar dapat melindungi kulit dari sinar matahari dan mengusir serangga. Namun, ada pula spekulasi lain yang mengatakana mereka membuat tubuh menjadi merah seolah itu adalah make up tradisional yang mereka pakai setiap pagi saat mereka bangun.
Suku Mauritania
Masih dari kawasan Afrika, kali ini ada suku Mauritania. Sesuai namanya, suku Mauritania ini tinggal di kawasan Mauritania. Orang-prang yang tinggal disana punya persepsi berbeda tentang wanita cantik. Bagi mereka, wanita yang cantik adalah wanita yang memiliki tubuh berisi atau gendut.
Kecantikan di Mauritania didefinisikan ulang bukan dengan tubuh langsing, tinggi semampai, atau kulit putih mulus, namun dengan tubuh gendut dengan segala gelambir-gelambirnya. Wanita dengan tubuh gendut merupakan kriteria ideal bagi pria Mauritania. Karena itu, wanita disini harus menggemukkan badan agar bisa menikah.
Tradisi menggemukkan badan bagi wanita Mauritania ini disebut dengan Leblouh, dan tradisi ini sudah harus dilakukan oleh seorang wanita saat mereka masih gadis. Bagi mereka, malu rasanya jika mempunyai anak gadis yang kurus. Oleh karenanya, sejak masih kecil mereka dipaksa untuk makan dengan porsi yang besar, mulai dari daging kambing, nasi dengan dua porsi luar biasa, hingga bergelas-gelas susu kambing dan sapi.
Saking sukanya dengan wanita gemuk, sampai-sampai ada pria yang rela menceraikan istrinya jika kelak tidak gemuk lagi seperti saat menikah. Semakin berat badan perempuan (100 kg sekalipun), semakin cantiklah mereka di hadapan para pria di Mauritania. Praktik tradisi Leblouh ini masih marak di kawasan pedesaan. Sementara di kota-kota, anak mudanya sudah mulai berkampanye untuk menghentikan tradisi yang sangat beresiko untuk kesehatan ini.
Suku Mursi.
Suku yang berada di Ethiopia ini memiliki kriteria cantik yang lebih unik lagi. Wanita dari Suku Mursi merasa dirinya cantik jika memiliki bibir bawah yang lebar. Karena itu, sering kita lihat wanita dari suku Mursi ini memiliki sebuah piring di bibirnya. Piring dengan diameter antara 10 sampai 25 cm itu menggantung di bawah bibir wanita Suku Mursi.
Tradisi melebarkan bibir bawah ini dikenal dengan nama 'labret' atau 'lip plate', yang dilakukan pada gadis berusia 15 hingga 16 tahun sejak ratusan tahun lalu. Labret ini menggunakan piring yang terbuat dari tanah liat atau plat kayu. Cara menggunakan piring ini adalah dengan mengiris bagian bawah sepanjang 1 cm hingga 2 cm, kemudian baru dimasukkkan piring tersebut ke bagian bawah mulut.
Semakin bertambah umur, maka ukuran piringan tersebut juga bertambah besar. Selain itu, semakin besar piringnya, menandakan wanita yang menggunakannya sudah makin dewasa dan siap untuk menikah. Bahkan, semakin besar piringnya, semakin besar pula mahar yang harus pria bayarkan untuk wanita suku Mursi ini. Menurut mereka, piring di mulut ini menunjukan bahwa wanita suku Mursi memiliki daya tahan tubuh yang kuat, kedewasaan , dan tentu saja kecantikan.
Kasir4D Agen Togel Bandar Togel Dan Casino Online Terpercaya
ReplyDeleteMenghadirkan pasaran togel resmi dan games casino online yang seru yang dapat anda bermain di dalam nya dengan
kenyamanan dan keamanan yang sangat terjamin
Bonus dan discount menarik tang menanti anda di Kasir4D
Bonus Cashback 5% Up 15%
Bonus Refferal 2% Setiap harinya
Dan Masih Banyak Bonus Menarik Lainnya Menanti Anda
Kunjungi :
Webiste : Kasir4D
BBM : DBE662DF
Facebook : Kasir4D
Twitter : Kasir4D
Prediksi : PREDIKSI TOGEL
Blog : Kasir4D
Situs - situs Games Recommed Terbaik Dan Terbesar
Agen Domino99
Agen BandarQ
Agen Poker Online
Agen Togel Online
Casino Online